Sabtu, 03 Desember 2016

Manajemen Lembaga Keuangan



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Bank merupakan unsur ekonomi yang memiliki kedudukan kuat dalam perekonomian. Lembaga-lembaga penjamin di pasar modal maupun pasar uang dikelola dan ditangani oleh bank. Baik yang swasta maupun milik Negara, keduanya sama-sama menjamin keamanan harta dari nasabahnya. Bank akan membantu seseorang mengelola harta yang dimilikinya. Baik berupa fisik maupun uang tunai. Bank adalah lembaga perantara keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Artinya, lembaga bank adalah lembaga yang dalam aktivitasnya berkaitan dengan masalah uang. Kegiatan dan usaha bank akan selalu terkait dengan komoditas, antara lain :
1.      Memindahkan uang
2.      Menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening koran
3.      Mendiskonto surat wesel, surat order, maupun surat berharga lainnya
4.      Membeli dan menjual surat-surat berharga
5.      Membeli dan menjual cek, surat wesel, kertas dagang
6.      Memberi jaminan bank
Bank bagi hasil sangat berkaitan dengan Bank Syariah. Produk-produk yang ditawarkan oleh bank syariah, menurut mereka, hanyalah produk-produk bank konvensional yang dipoles dengan penerapan akad-akad yang berkaitan dengan syariah. Alasannya karena sistem bagi hasil dalam prakteknya masih menyerupai sistem bunga bagi bank konvensional. Begitu pula penyaluran dana bank syariah yang lebih besar bertumpu pada pembiayaan murabahah, yang mengambil keuntungan berdasarkan margin, dianggap oleh masyarakat hanyalah sekedar polesan dari cara pengambilan bunga pada bank konvensional.
Menurut mereka masih sangat sulit untuk membedakan antara bagi hasil, margin dan bunga bank konvensional. Kalaupun bisa hanyalah pada tataran teorinya saja, sedang prakteknya masih terlihat rancu untuk membedakan bagi hasil, margin dan bunga. Meski secara teoritis sistem bagi hasil dengan akad mudharabah dan musyarakah sangat baik, namun yang terjadi pembiayaan perbankan syariah dengan pola tersebut belum menjadi barometer bank syariah, sehingga perbandingannya cukup kecil jika dibandingkan dengan pembiayaan dengan pendapatan tetap. Hal tersebut lebih disebabkan pada tuntutan yang harus dipenuhi oleh bank syariah yang mengikuti struktur bank komersial. Sehingga pembiayaan dengan basis pendapatan tetap cenderung menjadi pilihan bagi bank syariah.
Peranan bank sangatlah penting bagi perekonomian suatu negara dalam hal mendukung pembangunan, karena pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung kepada dinamika perkembangan dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Bank sebagai agen pembangunan (agent of depelovement) terutama bagi bank-bank milik pemerintah diharapkan mampu memelihara kestabilan moneter. Memelihara kestabilan moneter salah satunya bisa dilakukan dengan mengatur perputaran uang di masyarakat melalui peranan bank sebagai perantara keuangan (financial intermediary). Fakta menunjukkan bahwa dewasa ini hampir semua sektor yang berkaitan dengan kegiatan keuangan membutuhkan jasa bank sehingga peran sebagai perantara keuangan yang dimiliki oleh bank dengan melakukan penghimpunan dan penyaluran dana juga akan menunjang kelancaran aktivitas perekonomian. Peranan bank yang sangat besar dan penting ini akan dapat benar-benar terwujud tentunya dengan dukungan pihak-pihak yang terkait dengan bank, tidak terkecuali individu-individu di masyarakat sebagai calon pengguna jasa bank.




B.     Rumusan Masalah
1)      Apa Pengertian Bagi hasil (profit Sharing)?
2)      Bagaimana Konsep Bagi Hasil?
3)      Bagaimana Karakteristik Bank Bagi Hasil?
4)      Apa Jenis-jenis Akad Bagi Hasil?
5)      Apa Pengertian Pembangunan Ekonomi?
6)      Apa Arti Bank dalam Pembangunan?
7)      Bagaimana Peran Perbankan Syariah dalam Stabilitas Sektor Keuangan Nasional?
8)      Bagaimana Peranan Bank Syariah?
9)      Bagaimana Peran dalam Perekonomian?

C.    Tujuan Penulisan
1)      Untuk Mengetahui Pengertian Bagi hasil (profit Sharing)
2)      Untuk Mengetahui Konsep Bagi Hasil
3)      Untuk Mengetahui Karakteristik Bank Bagi Hasil
4)      Untuk Mengetahui Jenis-jenis Akad Bagi Hasil
5)      Untuk Mengetahui Pengertian Pembangunan Ekonomi
6)      Untuk Mengetahui Arti Bank dalam Pembangunan.
7)      Untuk Mengetahui Peran Perbankan Syariah dalam Stabilitas Sektor Keuangan Nasional
8)      Untuk Mengetahui Peranan Bank Syariah
9)      Untuk Mengetahui Peran dalam Perekonomian






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Bagi hasil (profit Sharing)
Bagi hasil menurut terminologi asing (bahasa Inggris) dikenal dengan profit sharing. Profit dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara definisi profit sharing diartikan "distribusi beberapa bagian dari laba pada pegawai dari suatu Perusahaaa". Menurut Antonio, bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian Islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul maa/) dan pengelola (Mudharib).
Secara umum prinsip prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu, al Musyarokah, al Mudharabah, al muzara’ah, dan al musaqolah. Sungguhpun demikian prinsip yang paling banyak dipakai adalah al musyarakah dan al mudharabah, sedangkan al muzara’ah dan al musaqolah dipergunakan khusus untuk plantation financing atau pembiayaan pertanian untuk beberapa Bank Islam.
 Bagi Hasil adalah Keuntungan/Hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana baik investasi maupun transaksi jual beli yang diberikan kepada Nasabah dengan persyaratan:
a)      Perhitungan Bagi Hasil disepakati menggunakan
pendekatan/pola :
1)      Revenue Sharing
2)      Profit & Loss Sharing.
b)      Pada saat akad terjadi wajib disepakati sistem bagi hasil yang digunakan, apakah RS, PLS atau Gross Profit. Kalau tidak disepakti akad itu menjadi gharar.
c)      Waktu dibagikannya bagi hasil harus disepakati oleh kedua belah pihak,  misalnya setiap bulan atau waktu yang telah disepakati.
d)     Pembagian bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati diawal dan tercantum dalam akad.

Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.

B.     Konsep Bagi Hasil
Konsep bagi hasil ini sangat berbeda sekali dengan konsep bunga yang diterapkan oleh sistem ekonomi konvensional. Dalam ekonomi syariah, konsep bagi hasil dapat dijabarkan sebagai berikut.
a.       Pemilik dana menanamkan dananya melalui institusi keuangan yang bertindak sebagai pengelola dana.
b.      Pengelola mengelola dana-dana tersebut dalam sistem yang dikenal dengan pool of fund (penghimpunan dana), selanjutnya pengelola akan menginvestasikan dana-dana tersebut kedalam proyek atau usaha-usaha yang layak dan menguntungkan serta memenuhi semua aspek syariah.
c.       Kedua belah pihak membuat kesepakatan (akad) yang berisi ruang lingkup kerjasama, jumlah nominal dana, nisbah, dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.
d.      Sumber dana terdiri dari:
1)      Simpanan: tabungan dan simpanan berjangka.
2)      Modal : simpanan pokok, simpanan wajib, dana lain-lain.
3)      Hutang pihak lain.

C.    Karakteristik Bank Bagi Hasil

a.       Falsafah
Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh bank syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil. Dengan demikian sebenarnya semua jenis transaksi perniagaan melalu bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba). Riba secara sederhana berarti sistem bunga berbunga atau compound interest dalam semua prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu pihak seperti efek bola salju pada cerita di awal artikel ini. Sangat menguntungkan saya tapi berakibat fatal untuk banknya. Riba, sangat berpotensi untuk mengakibatkan keuntungan besar disuatu pihak namun kerugian besar dipihak lain, atau malah ke dua-duanya.
b.      Konsep Pengelolaan Dana Nasabah
Dalam sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito
pada bank konvensional dimana deposito merupakan upaya mem-bungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja si nasabah membutuhkan, maka bank syariah harus dapat memenuhinya, akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Karena pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka bank boleh saja tidak memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah tersebut diinvestasikan, maka karena konsep investasi adalah usaha yang menanggung risiko, artinya setiap kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilaksanakan, didalamnya terdapat pula risiko untuk menerima kerugian, maka antara nasabah dan banknya sama-sama saling berbagi baik keuntungan maupun risiko.
Sesuai dengan fungsi bank sebagai intermediary yaitu lembaga keuangan penyalur dana nasabah penyimpan kepada nasabah peminjam, dana nasabah yang terkumpul dengan cara titipan atau investasi tadi kemudian, dimanfaatkan atau disalurkan ke dalam traksaksi perniagaan yang diperbolehkan pada sistem syariah. Hasil keuntungan dari pemanfaatan dana nasabah yang disalurkan ke dalam berbagai usaha itulah yang akan dibagikan kepada nasabah. Hasil usaha semakin tingi maka semakin besar pula keuntungan yang dibagikan bank kepada dan nasabahnya. Namun jika keuntungannya kecil otomatis semakin kecil pula keuntungan yang dibagikan bank kepada nasabahnya. Jadi konsep bagi hasil hanya bisa berjalan jika dana nasabah di bank di investasikan terlebih dahulu kedalam usaha, barulah keuntungan usahanya dibagikan. Berbeda dengan simpanan nasabah di bank konvensional, tidak peduli apakah simpanan tersebut di salurkan ke dalam usaha atau tidak, bank tetap wajib membayar bunganya.
Dengan demikian sistem bagi hasil membuat besar kecilnya keuntungan yang diterima nasabah mengikuti besar kecilnya keuntungan bank syariah. Semakin besar keuntungan bank syariah semakin besar pula keuntungan nasabahnya. Berbeda dengan bank konvensional, keuntungan banknya tidak dibagikan kepada nasabahnya. Tidak peduli berapapun jumlah keuntungan bank konvesional, nasabah hanya dibayar sejumlah prosentase dari dana yang disimpannya saja.
c.       Kewajiban Mengelola Zakat
Bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar zakat, menghimpun, mengadministrasikannya dan mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang melekat pada bank syariah untuk memobilisasi dana-dana sosial (zakat. Infak, sedekah)
d.      Struktur Organisasi
Di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah, DSN dapat memberikan teguran jika lembaga yang bersangkutan menyimpang. DSN juga dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan untuk memberikan sangsi.
D.    Jenis-jenis Akad Bagi Hasil
Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah secara umum dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu Musyarakah, Mudharabah, Muzara’ah dan Musaqah. Namun, pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil,  pada umumnya bank syariah menggunakan kontrak kerjasama pada akad Musyarakah dan Mudharabah.

a.       Musyarakah (Joint Venture Profit & Loss  Sharing)
Menurut Antonio Musyarakah adalah akad kerja sama antara dun pihak atau lebih untuk suatu tertentu dimana masing-mating pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Manan mengatakan, musyarakah adalah hubungan kemitraan antara bank dengan konsumen untuk suatu masa terbatas pada suatu proyek baik bank maupun konsumen memasukkan modal dalam perbandingan yang berbeda dan menyetujui suatu laba yang ditetapkan sebelumnya, Lebih lanjut Manan mengatakan bahwa sistem ini juga didasarkan atas prinsip untuk mengurangi kemungkinan partisipasi yang menjerumus kepada kemitraan akhir oleh konsumen dengan diberikannya hak pada bank kepada mitra usaha untuk membayar kembali saham bank secara sekaligus ataupun secara berangsurangsur dari sebagian pendapatan bersih operasinya.
Musyarakah adalah mencampurkan salah satu dari macam harta  dengan harta lainnya sehingga tidak dapat dibedakan di antara keduanya. Dalam pengertian lain musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

b.      Mudharabah (Trustee Profit Sharing)
Mudharabah atau qiradh termasuk salah satu bentuk akad syirkah (perkongsian). Istilah laian mudharabah digunakan oleh orang Irak, sedangkan orang Hijaz menyebutnya dengan istilah qiradh. Dengan demikian, mudharabah dan qiradh adalah istilah maksud yang sama.
Mudharabah termasuk juga perjanjian antara pemilik modal (uang dan barang) dengan pengusaha dimana pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu usaha /proyek  dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan bagi hasil sesuai dengan perjanjian.[1][11]Di samping itu mudharabah juga berarti suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal.

Oleh karena itu ada beberapa rukun dan syarat dalam pembiayaan mudharabah yang harus diperhatikan yaitu:

1)      Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
Akad mudharabah, harus ada minimal dua pelaku. Pihak pertamabertindak sebagai pemilik modal (shahibul maal), pihak kedua sebagai pelaksana usaha (mudharib). Syarat keduanya adalah pemodal dan pengelola harus mampu melakukan transaksi dan sah secara hukum.
2)      Objek mudharabah (modal dan kerja)
Objek merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah. Modal yang
diserahkan berbentuk uang.  Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk keahlian, ketrampilan, selling skill, management skill dan lain-lain.
3)      Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul)
"Persetujuan kedua belah pihak merupakan konsekuensi dari prinsip 'an-taraadhim minkum (sama-sama rela)” (Q.S. An-Nisa ayat 29). Kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah. Si pemilik dana setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan dana dan si pelaksana usaha pun setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan kerja. Syaratnya adalah melafazkan ijab dari yang punya modal dan qabul dari yang menjalankannya.
4)      Nisbah Keuntungan
"Nisbah adalah rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang bermudharabah." Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan shahib al-maal mendapat imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan.

Adapun bentuk-bentuk mudharabah yang dilakukan dalam perbankan syariah dari penghimpunan dan penyaluran dana adalah:
a)      Tabungan Mudharabah. Yaitu, simpanan pihak ketiga yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai perjanjian.
b)      Deposito Mudharabah. Yaitu, merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga (perseorangan atau badan hukum) yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu (jatuh tempo), dengan mendapat imbalan bagi hasil.
c)      Investai Mudharabah Antar Bank (IMA). Yaitu, sarana kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antar peserta pasar uang antar Bank Syariah berdasarkan prinsip mudharabah di mana keuntungan akan dibagikan kepada kedua belah pihak (pembeli dan penjual sertifikat IMA) berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.

E.     Pengertian Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil perkapita.  Dengan adanya pembangunan ekonomi maka output  suatu masyarakat akan bertambah. Menurut kami, yang dimaksud pembangunan ekonomi yaitu suatu kegiatan ataupun usaha yang dilakukan atau direncanakan pemerintah untuk memajukan perekonomian negaranya, misalnya membangun sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi.

F.     Arti Bank dalam Pembangunan.
Indonesia berusaha untuk membangun ekonominya melalui perencanaan yang diatur oleh pemerintah, baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat daerah, seperti REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Karena itu alat-alat produksi, sumber-sumber alam serta dana dalam masyarakat dikuasai oleh negara untuk disalurkan ke proyek-proyek ekonomi yang ditetapkan dalam perencanaan, seperti tabungan berjangka, TABANAS (Tabungan Pembangunan Nasional), TASKA (Tabungan Asuransi Berjangka). Lembaga keuangan bank memegang peranan yang sangat penting dalam usaha mobilisasi dana-dana dalam bentuk tabungan-tabungan seperti tersebut diatas.

Dengan demikian tugas bank dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1)      Sebagai badan untuk melaksanakan mobilisasi dana-dana masyarakat.
2)      Sebagai badan penyalur dana-dana ke berbagai sektor ekonomi yang ditetapkan oleh pemerintah.

Alat-alat yang digunakan untuk pembangunan ekonomi antara lain tabungan (saving), investasi (investment), kebijaksanaan fiskal dan kebijaksanaan moneter. Tabungan artinya kelebihan pendapatan dari pengeluaran atau sebagai pendapatan yang tidak digunakan untuk konsumsi. Tabungan ini disimpan pada lembaga-lembaga keuangan seperti bank, Bank Tabungan Post, asuransi, deposito berjangka, TABANAS, TASKA, dan tabungan biasa. Kepada para penabung oleh bank diberikan bunga/bagi hasil. Ini merupakan keuntungan bagi orang yang menabung pada bank, karena setiap bulan atau setiap tahun si penabung memperoleh bunga/bagi hasil atas uang yang disimpannya. Semua tabungan ini akan menjadi produktif untuk kegiatan ekonomi. Investasi artinya usaha penanaman modal. Kebijaksanaan fiskal artinya kebijaksanaan perpajakan dan penetapan jumlah penerimaan pajak-pajak, serta jumlah dan arah dari pengeluaran pemerintah untuk memperoleh tujuan tertentu. Kebijaksanaan moneter artinya pengaturan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat untuk mendapatkan tujuan tertentu.

Bank sangat berperan dalam pembangunan, karena adanya pembangunan itu juga tidak terlepas dari peran masyarakat. Masyarakat yang menggunakan fasilitas pembangunan diwajibkan untuk membayar pajak, yang kemudian bank disini dapat mengatur penghimpunan pajak dari masyarakat. Lantas, dana dari pemerintah untuk pembangunan pasti ada keterbatasan, kemudian bank  disini juga dapat membantu pemerintah dalam hal tersebut.
Minat masyarakat terhadap perbankan syariah juga ditunjukan dengan semakin meningkatnya jumlah DPK bank umum syariah. Pada tahun 2013
Total DPK bank umum syariah yang terhimpun hamper mencapai Rp 200.000 juta. Masyarakat lebih tertarik menyimpan uangnya dalam bentuk deposito dengan akad mudharabah. Deposito dengan akad mudharabah merupakan penghimpunan dana yang berjangka panjang Dengan demikian seiring berjalannya waktu tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah semakin tinggi.Perkembangan sektor perbankan syariah di Indonesia juga ditunjukan oleh semakin meningkatnya jumlah dana yang disalurkan. Pada tahun 2013, jumlah dana yang mampu disalurkan oleh perbankan syariah sekita Rp 180.000 juta. Pertumbuhan ppenyaluran dana bank syariah nasional sangat cepat. Dalam kurun waktu emat tahun terakhir, bank syariah mampu meningkatkan penyaluran dananya hampir empat kali lipat. Hal ini menggambarkan bahwa peran bank syariah dalam menggerakan perekonomian sangat berpotensi di Indonesia.

G.    Peran Perbankan Syariah dalam Stabilitas Sektor Keuangan Nasional
Perkembangan bank syariah nasional memperlihatkan adanya potensi yang besar akan perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Penduduk yang mayoritas Islam merupakan modal penting dalam mengembangkan sistem bank islam di Indonesia. Selain itu, dorongan dari MUI dan DSN yang menfatwakan bahwa bunga bank konvensional hukumnya haram semakin menambah potensi perkembangan bank syariah nasional. Meskipun agama bukan satu-satunya daya tarik pengembangan perbankan syariah. Pada beberapa negara Islam seperti di Iran, Irak, Pakistan, Bahrain, Turki, dan Mesir perkembangaan aktifitas perbankan syariah tidak terlalu dipengaruhi oleh aspek agama (Haron dan Ahmad, 2000).
Disisi lain, peran perbankan sangat vital dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Banyaknya bank yang gagal memobilisasi dana masyarakat akan menguncang kestabilan sistem keuangan suatu negara, Bahkan memberikan dampak sistemik pada seluruh negara didunia. Seiring perkembangan zaman, produk-produk perbankan yang semakin beragam dan teknologi perbankan yang semakin canggih tidak hanya memberikan manfaat bagi stabilitas sistem keuangan global.  Banyaknya produk-produk perbankan, dan semakin mudahnya masyarakat mengakses lembaga perbankan juga memberi ancaman tersendiri bagi stabilitas sistem keuangan. bahkan dari beberapa pengalaman krisis yang melanda dunia berawal dari kegagalan perbankan sehingga menciptakan ketidakstabilan sistem keuangan.
Sebagai pendatang yang dinilai baru, sistem perbankan syariah menawarkan alternative sistem perbankan yang tidak membahayakan kestabilan sistem keuangan. Sistem perbankan syariah yang memiliki fundamental kuat tanpa bunga, serta perkembangan yang sangat pesat juga memiliki pengaruh terhadap kestabilan sistem keuangan baik secara domestik mapun internasional. Namun konsep sistem perbankan syariah yang diimplemenasikan saat ini belum menunjukan adanya perbedaan yang mencolok dibandingkan sistem perbankan konvesional memberikan lampu kuning bagi otoritas moneter.
Selain potensi pengembangan bank syariah yang cukup besar, disisi lain potensi kegagalan sistem perbankan syariah juga cukup besar di masa yang akan datang. Tren pergerakan aktifitas perbankan syariah saat ini masih sama dengan tren pergerakan bank konvesional. Dengan menitik beratkan pada tujuan profit oriented bukan pada masalah oriented. Jika dilihat dari selisih imbal balik atau fee penghimpunan dana dan penyaluran dana yang lebih besar, maka bank syariah belum dapat dikatakan lebih efisien dibandingkan bank konvensional. Selisih yang tinggi antara fee penyaluran dan penghimpunan dana menggambarkan bahwa banks syariah masih mengharapkan keuntungan yang besar dari aktifitas mobilisasi dana masyarakat.
Dengan kondisi sistem keuangan nasional dan global yang masih berpatokan pada sistem bunga (konvensional) sangat suit bagi bank syariah untuk dapat memobilisasi dana masyarakat sesuai dengan prinsip syariah. Landasan utama aktifitas perbankan syariah hanya pada prinsip bebas riba. namun untuk aktifitas lainnya masih mengikuti pergerakan perbankan konvensional. Dengan kata lain, alternative sistem perbankan baru yang ditawarkan oleh bank syairah belum dioptimalisasi sebagai uaya penguat kestabilan sistem keuangan.
Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang.

H.    Peranan Bank Syariah
Secara khusus peranan Bank syari’ah secara nyata dapat terwujud dalam aspek-aspek berikut
1)      Menjadi perekat nasionalisme baru. Artinya, bank syari’ah dapat menjadi fasilitator aktif bagi  terbentuknya jaringan usaha ekonomi kerakyatan.
2)      Memberdayakan ekonomi umat dan beroperasi secara transparan. Artinya, pengelolan bank syari’ah harus didasarkan pada visi ekonomi kerakyatan, dan upaya ini terwujud jika ada mekanisme operasi yang transparan.
3)      Memberikan return yang lebih baik. Artinya, investasi di bank syari’ah tidak member janji yang pasti mengenai return (keuntungan) yang diberikan kepada investor.
4)      Mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan. Artinya, bank syari’ah mendorong terjadinya transaksi produktif dari dana masyarakat. Dengan demikian spekulasi dapat ditekan.
5)      Mendorong pemerataan pendapatan. Artinya, bank syari’ah bukan hanya mengumpulkan dana pihak ketiga, namun dapat mengumpulkan dana Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS).

I.       Peran dalam Perekonomian
Setelah menyimak unsur-unsur dan pengertian bank syariah akan timbul pertanyaan apa perannya dalam perekonomian nasional. Sebelumnya, sudah banyak perbankan yang dapat melaksanakan tugas dengan baik. Bank-bank kovensional telah menjadi mitra masyarakat dan pemerintah selama sekian puluh tahun beroperasi. Lalu mengapa perlu didirikan banyak bank syariah ? untuk memahamkan dan menjawab pertanyaan tersebut silahkan mengikuti pemaparan selanjutnya
Sederhananya, hubungan antara bank dengan nasabah dalam praktek perbankan syariah bersifat kemitraan. Kontras dengan bank konvensional yang sifatnya debitur dengan kreditur. Lebih detailnya sebagai berikut :
1)      Pelaksana Kegiatan Sosial
Peran penting ini tidak diperankan bank konvensional. Perbedaan prakteknya terletak pada intensitas. Bank konvensional memang mungkin melakukan kegiatan sosial, namun tidak secara periodik.
Sementara itu keberadaan unsur-unsur yang dilarang oleh syariah yang mungkin ikut terendapkan dalam proses perbankan akan dikumpulkan dan pada periode tertentu akan disumbangkan untuk kegiatan sosial. Dalam bagian ini seorang manajer investasi syariah mengambil kedudukan untuk menyarankan tempat penyaluran dana.
2)      Penyedia Jasa Keuangan
Perbedaan bank konvensional dengan syariah yang terletak pada asas dan system tidak menghalangi peran bank syariah untuk menjadi penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran sebagaimana wajarnya perbankan. Yang terpenting tidak ada unsur yang dilarang syari’at dalam prakteknya. Misal tidak ada bunga yang memberatkan di bidang utang-piutang. Baca juga : Investasi Reksadana Syariah – Ciri, Cara Kerja dan Keuntungan.
3)      Kesejahteraan dan Keadilan Ekonomi
Laba yang diambil oleh lembaga keuangan konvensional banyak yang mendiskreditkan pihak dengan ekonomi lemah. Contoh kecilnya seorang berpendapatan rendah menabung dan bertransaksi di lembaga keuangan konvensional. Dia akan harus rela uang tabungannya yang kecil dipotong untuk jasa ini itu yang kemungkinan tidak dikenakan oleh bank syariah karena memang tidak sesuai syariah.
Pada kasus tersebut perbankan syariah mengambil peran sebagai perbankan yang mengedepankan keadilan, kesejahteraan dan kesetaraan ekonomi. Pemerintah telah menyadari banyaknya kebijakan perbankan konvensional yang kurang membela rakyat kecil. Karena itulah pemerintah juga berupaya mengembangkan unit-unit perbankan syariah di daerah-daerah.

4)      Promosi Halal
Adanya perbankan syariah akan mendorong tumbuhnya pengusaha syariah mulai tingkat mikro hingga makro. Selain mempromosikan benefit-benefit yang fair di perbankan syariah, promosi halal juga akan menaikkan investasi karena keuntungan yang didapat lebih transparan dan merata.
Bank Syariah Mandiri yang merupakan BUMN akan menjadi taruhan di dunia ekonomi Indonesia. Jika operasinya gagal dan pada akhirnya gulung tikar, maka kelangsungan promosi halal dan pertumbuhan ekonomi syariah akan terhambat. Dan sebaliknya.
5)      Pemacu Usaha Ekonomi
Segala kemudahan yang disediakan oleh perbankan syari’ah akan menjadi pemacu masyarakat yang memiliki niatan berusaha. Usaha di sini diartikan mendirikan suatu badan usaha atau unit usaha ekonomi yang menghasilkan peluang kerja dan pendapatan. Dengan begitu kesejahteraan rakyat akan terangkat. System yang mudah di perbankan syari’ah akan menarik kaum emiten kecil ini agar segera memulai usaha perwujudannya.










BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Peran perbankan sangat penting bagi kestabilan sistem keuangan. Pengalaman krisis global yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir disebabkan oleh ketidakstabilan sistem keuangan yang diciptakan oleh lembaga perbankan. kehadiran bank syariah sebagai alternative memberikan warna baru pada sistem keuangan nasional dan internasional. Walaupun market shared perbankan syariah masih rendah dibandingkan bank konvensional, namuan bank syariah berkembang pesat di Indonesia. Perkembangan perbankan syariah yang cukup cepat tersebut dapat memberikan dampak negatif dan positif bagi kestabilan sistem keuangan nasional. Bank syariah dapat ikut serta menjaga kestabilan sistem keuangan domestik, jika peran intermediasi perbankan berdasarkan prinsip syariah dijalankan secara optimal. Namun, perbankan syariah juga dapat mengancam stabilitas sistem keuangan nasional jika dalam sktifitasnya masih meniru bank-bank konvensional.

Bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian Islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul maa/) dan pengelola (Mudharib). Pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil,  menggunakan dua macam kontrak kerjasama yaitu akad Musyarakah dan Mudharabah. Dimana musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu tertentu dimana masing-mating pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Sedangkan Mudharabah adalah perjanjian antara pemilik modal (uang dan barang) dengan pengusaha dimana pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu usaha /proyek  dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan bagi hasil sesuai dengan perjanjian.
Sedangkan mekanisme penghitungan bagi hasil dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu : 
a.    Pendekatan profit sharing (bagi laba)
b.    Pendekatan revenue sharing (bagi pendapatan).

























DAFTAR PUSTAKA

-.2016. 5 Peran Bank Syariah dalam Perekonomian Indonesia. Di akses 1 November 2016



-.2012.Manajemen Bank Syariah. Di akses 1 November 2016


Waluyo, Eko. 2014. Makalah Sistem Bagi Hasil Dalam Perbankan Syariah.

Diakses 1 November 2016


Mufarokah, Tuti. 2012. Fungsi dan Peranan Bank dalam Pembangunan

 . Diakses 1 November 2016

Dhietamustofa .2014. Peran Perbankan Syariah dalam Stabilisasi Sistem Keuangan Nasional. Diakses 1 November 2016


-.-.Perbankan Syariah. Diakses 1 November 2016

  Sahdarullah.2014. Latar Belakang Dan Sejarah Bank Bagi Hasil. Diakses 1 November 2016





Tidak ada komentar:

Posting Komentar